Jurnalis lepas sejak 2003, mengasuh 2 anak laki-laki di Bali, dan ikut mendirikan Sloka Institute untuk menyebar virus NO NEUUS WITHOUT U.
Mari berkolaborasi. Temui saya di twitter dan IG @lodegen.
Intro Dalam Kedangkalan memecah hiruk pikuk Pasar Kumbasari senja itu dari pinggir Tukad Badung. Sekonyong-konyong saya segera menyelesaikan pembayaran di sebuah kios buah.
Saya panik. Setelah lebih 5 jam si cawan ninja ini bersembunyi dalam liang vagina, saya tidak bisa meraihnya. Waduh, dia masuk ke rahim. Bagaimana ini?
Novel 389 halaman “Laut Bercerita” baru saja saya selesaikan. Bagian paling maraton yang dibaca malah di puluhan halaman terakhir. Saat Asmara Jati, menjadi tokoh utama menarasikan apa yang terjadi setelah kakak dan teman-temannya tak kunjung kembali setelah diculik dan disiksa tentara jelang kelengseran Suharto.
Terima kasih atas kontribusinya pada Anugerah Jurnalisme Warga 2018. Saran dan masukan atas #BazarSembako ini mohon dikirim ke kabar@balebengong.id atau kirim pesan lewat akun twitter/ig @balebengong. Continue reading Pilih Bazar Mekdi atau Ini?→
Belajar dan bermain adalah hak anak. Foto: Luh De Suriyani
Menjadi anggota Komite Sekolah di sekolah dasar anak-anak saya membuka mata jika pendidikan memerlukan peran serta orang tua lebih intens. Salah satunya memberi jeda pada rutinitas sekolah yang super padat dengan kegiatan yang kontekstual.
Misalnya usulan seorang anggota Komite baru-baru ini untuk memberi usul sekolah membuat simulasi dan pendidikan evakuasi gempa bumi pada siswa. Kepala Sekolah langsung merespon dengan membuat simulasi evakuasi gempa bumi secara mandiri setelah gempa bumi 7 SR yang merubuhkan ratusan rumah di Lombok, NTB. Continue reading Mengisi Celah Peran Ortu di Sekolah→
Suatu hari di sebuah pos pengungsi Gunung Agung di Denpasar, saya melihat sosok perempuan muda ini. Panggilannya Ita, saya bertanya dengan Dokter Rai yang mengajaknya dan keluarga Rumah Berdaya bakti sosial mengajari pengungsi membuat kerajinan dari koran bekas.
Saya menghargai Indonesia Idol, di luar tekanan industri hiburannya. Menyaksikan seseorang berupaya sekeras tenaga menunjukkan bakat menyanyinya sudah menghibur. Tidak perlu diisi bedak tambahan agar dramatik. Tapi ya itu unsur materi visual yang selalu ada di televisi.
Sampai kita bertanya pada pulau tetangga sebelah kita, jawaban yang sama. Itu bukan sampah kami, sampah kiriman pulau lain. Demikian seterusnya sampai melanglang bumi.
Ternyata saya belum pernah posting soal ini. Waduh. Baiklah ini dia.
Saya rangkum saja, desa pekraman (dulu disebut desa adat) juga membahas masalah kekinian dalam pesamuhan atau pertemuan besarnya. Dua hal yang saya beri catatan adalah status perempuan dan ide perlindungan anak. Continue reading Perkawinan, Warisan, dan Anak dalam Radar Adat Bali→