Parade outfit gelap, dominan hitam, sebagian berjilbab, dan wajah-wajah luar biasa sumringah memenuhi arena konser Suga/AgustD di hari 3, ICE BSD, Tanggerang, 28 Mei 2023. Rasa hangat juga menyeruk di arena saat penonton menunggu antrean masuk venue konser. Saat antre toilet, saya melihat seorang menawarkan tisunya karena tisu toilet habis.
Di sekitar light banner utama, para Army saling bantu memotret. Ada yang berbagi freebies, semacam suvenir gratis seperti sticker, kue, minuman, poster, berbagai desain unik merespon profil Suga. Jangan ditanya berapa ratus warga yang meraup rejeki dadakan dari berbagai barang mirip merchandise resmi konser yang dijual di sekitar venue. Kipas, foto, kaos, name tag, bahkan desainnya sangat mirip dengan yang dijual di booth merch. Jika panitia hendak merazia para pedagang karena menyontek dan melanggar hak cipta, sangat mudah. Tapi para pedagang masih bertahan dari pagi sampai tengah malam, berdagang dengan damai.
Ketika masuk ke gedung konser, sejumlah orang membagikan poster dan hand banner gratis untuk semuanya. Bayangkan ada sedikitnya 10 ribu penonton per hari dan mereka mencetak untuk 3 hari konser. Desainnya bagus, wayang khas Indonesia kombinasi teks aksara Korea dengan kalimat sambutan hangat untuk Suga. Tiap hari, warna latar banner-nya berbeda.
Panitia konser menyambut ramah dengan senyum dan yel-yel. Kalau tidak, mereka pasti diteror karena kekecewaan banyaknya army kalah oleh calo atau reseller. Ini sih masalah laten di konser-konser populer. Soal calo tiket, mereka juga banyak bertebaran di venue. Saya dan teman pun harus beli di mereka jauh sebelum konser, karena teman saya yang memiliki membership army dan berjuang 2 hari mengakses tiket, berakhir dengan tangan hampa. Tiket kami, CAT 1, harga normalnya Rp 3,1 juta jadi Rp 4 juta. Trus dijual calo di hari H Rp 4,6 juta. Sedangkan VIP harga di promotor Rp 3,5 juta dibanderol Rp 6 juta.
Dua jam sebelum waktu konser jam 7 malam. Kami duduk lesehatan di sepanjang selasar sambil cuci mata berbagai dandanan penonton. Bagi orang awam, pasti tak menyangka yang akan ditonton adalah rapper. Ini hal menarik yang saya temukan, Suga bisa mendobrak stigma. Para penonton ini akan mendengar dan ikut bernyanyi lagu-lagunya yang padat lirik penuh emosi, amarah, trauma, kesakitan di tiga albumnya; AgustD, D2, dan D-Day.
Sebagai rapper, ia juga terasa tidak peduli dengan stereotype harus tampil sangar atau sombong. Sebaliknya, ia tak keberatan tampil bak model dengan gaya feminin. Soal ini, sebagian besar lagu-lagunya sudah eksplisit menunjukkan perlawanannya pada berbagai cemoohaan. Misalnya rapper kok malah bangga jadi idol (sebutan bagi personil boyband Korea atau penyanyi Kpop). Ada juga lagu-lagu protes pada dirinya sendiri, nah ini yang membuat Suga terasa menikmati proses musikalitasnya. Membuat lirik dari pergulatan hidupnya, memproduksi sendiri atau tandem, dan lainnya.
Di salah satu sudut selasar, saya melihat sejumlah pengguna kursi roda menunggu diantar ke dalam. Panitia menyediakan layanan untuk difabel. Konsernya di Amerika juga menyediakan penerjemah bahasa isyarat untuk teman tuli, menerjemahkan musik dan lirik rap dalam gerakan tangan. Seru sekali.
Setelah satu jam duduk lesehan bersama ratusan lainnya, saya dan Arin, masuk ke ring kedua. Sebuah hall dengan garis-garis antrean memandu ke titik sesuai no antrean (QN) di gelang. Ada juga puluhan stand makanan, kami pun mengisi perut dulu. Di sini suasanya terasa makin guyub. Wajah-wajah penonton sangat sumringah, jika senyum dan energi mereka terkumpul jadi satu, rasanya bisa menyemangati pendaki ke puncak Everest.
Saat beli camilan, tiba-tiba teriakan gemuruh memenuhi ruangan. Disusul sayup musik Hageum. Oh GR bagi VIP sudah dimulai. Ini salah satu tiket paling cepat ludes. Agar bisa menonton di barikade juga dong, jarak terdekat dengan panggung. Padahal VIP total berdiri.
Sekitar 1,5 jam sebelum konser dimulai, antrean sudah dibuka. Penonton diatur sesuai no antreannya. Cukup tertib, tak ada saling salip. Nah saat duduk antre, saya berkenalan dengan beberapa army. Ada yang sudah jadi fans 8 atau 5 tahun. Hanya saya sendiri yang baru kenal setahun terakhir. Salah satunya Putri, dia menonton 3 hari berturut-turut. “Sayang sekali tidak memanfaatkan kesempatan, mumpung dia manggung di sini,” kata Putri. Ia tak ingin menyesal.
Kami ngobrolin karya-karya apa yang disukai, siapa bias dan sekarang oleng ke mana, ditingkahi tawa. Saat sampai di ujung tabir kain menuju arena barulah kami menanyakan nama masing-masing, karena harus bubar jalan.
Arena sudah terisi sebagian, layar raksasa menyambut dengan rinai hujan. Inilah ucapan selamat datang a la Suga. Scene paling ngilu dari video music terakhirnya di album D-Day, Amygdala. Hujan membawanya ke memori kelam, tabrakan dengan mobil saat jadi pengantar makanan di awal debut. Ia bercerita di sejumlah wawancara media, saat itu agensinya miskin, ia merantau dari Daegu ke Seoul hanya dengan harapan. Orang tua tidak setuju dengan pilihan musik dan karirnya. Ia harus memilih beli tiket bus untuk training atau makanan. Akhirnya ia bekerja sebagai pengantar makanan. Dalam Amygdala, kamu tidak perlu merenung untuk memahami apa trauma-trauma yang terekam, amarah, orang tua sakit, keresahan, lelah fisik dan mental, penyangkalan.
Amygdala, keluarkan aku dari sini. Demikian salah satu nukilan liriknya. Lugas sekali. Trauma yang membuatnya luka, disimbolkan goresan di mata, dan selalu ada di trilogi lagunya Daecwita-Hageum-Amygdala. Ia hanya ingin mengobati luka yang dibuatnya sendiri, tapi tak mau melupakan. Forgive but not forget. Aneh, kok dengan rendah hatinya dia tak menyalahkan siapa pun ya.
Apa yang dipikirkan seorang artis yang menata suka dukanya dalam tiga babak album? Kalau punya banyak karya, pasti mudah mengkurasi. Suga mengatakan punya 200an lagu. Oh masuk akal.
Saya dan Arin, berjubel rapat di tengah-tengah arena standing. VIP terdepan, lalu dibatasi pagar. Satu jam menunggu jam 7 dengan rasa was-was. Anehnya rasa takjub masih membuncah, padahal sudah tahu set list tour dan stage act dari 11 konser di US sebelum di Indonesia. Sangat mungkin ini karena penonton. Tak ada yang terlihat bengong atau kosong. Wajah mereka memerah menunggu release emosi.
Jam 7 tepat, suara hujan di layar berganti dengan bendera Indonesia, koor Indonesia Raya pun bergemuruh. Entah, sepertinya di negara lain tidak ada seremoni lagu kebangsaan.
Hening kembali menyengat, karena tayangan video pembuka, VCR. Terlihat ada gerombolan meculik Suga (ini sepertinya hanya kiasan) dan penemuan buku catatannya sendiri. Ini dia cara Suga memanggungkan dirinya, sebuah story telling. bak drama musikal tapi hanya lewat lagu.
Hageum
Empat orang membopong sosok tubuh ke atas panggung. Saya melihatnya dari jarak lebih dari 50 meter. Sayatan istrumen gesek tradisional Korea menghentak. Sosok tubuh berdiri dan bergerak mengikuti lagu dengan judul bermakna menggugah, membebaskan diri dari larangan, dari hal tabu.
Nada lagu di beberapa bagian seperti break dance, jadilah Suga meliuk-liuk dan menghentakkan kaki kepalanya dengan tajam. Video klipnya digarap sinematik, sangat detail, melanjutkan kisah Daechwita. Suga dan AgustD adalah dua sisi yang tak malu-malu ditampilkan utuh, bahkan saling meniadakan. Elemen segar di adegan-adegan brutal yang tak terlupakan adalah Suga mencuri atau membeli sebungkus jeruk di pasar dan terbirit-birit mengejar tuk-tuk. Juga adegan penuh gairah seperti kucing mengamati ikan mas koki dalam galon air. Ia mengaku turut mempersiapkan storyboard videonya. Para fans dalam komentar-komentar medsos bersorak, karena dua simbol yang mereka sematkan pada Suga; jeruk dan kucing seolah diakui.
Daechwita
Suga tak mengambil jeda. Parade, march musik tradisional kerajaan atau Daechwita membuat arena seolah berguncang. Dua army di sebelah saya menyanyikan semua bagian lagu, termasuk rap yang sangat sulit dengan penuh semangat. Takjub. Tangan kiri mengacungkan army bomb, tangan kanan merekam dengan ponsel, mulut berteriak, dan tubuh terlonjak-lonjak.
Army bomb terangkat tinggi. Warnanya berganti serempak antara putih atau merah, karena terkoneksi. Saya dipinjami Army bomb oleh Mega, teman baru dari Bandung. Ia sudah menonton hari pertama. Raut wajahnya masih menggebu-gebu saat bertemu. Perasaan berdebar dan gairahnya tak redup walau sudah berselang dua hari. Ia mengaku seolah merasakan sensasi terapi jiwa.
Agust D
Hiruk pikuk anthem Daechwita yang secara mengejutkan dinyanyikan di babak awal belum lagi usai, penonton sudah disambut intro lagu yang menobatkan Suga sebagai salah satu rapper cepat di Korea. Lagi-lagi lagu pembebasan dari prasangka dan stereotype yang pernah diterimanya, termasuk dari sesama musisi.
They call me new thang
The recruit is here, to take over everything
The whole world, concert so sick
From Asiana Asia
You could be my new thang
I’m different from the hyungs
That ignore their duties
An uprising of celebrities
Damn only strong ones can mess with me
Some think it was easy for me to reach my position
Fuck you, I’m the thorn in the eyes of those hyungs
Who have no chances of becoming successful
To be honest, Ssaihanuwar is embarrassing
Now I sell 500,000 copies a year
I’m too big to fit in the K-Pop category, whoo
Right, if you want to go ahead
Try reserving first class
My seat is business
Yours is economy, forever behind me kissing my ass
A to the G, to the U, to STD
I’m d-boy because I’m from the D
I’m the crazy guy, the lunatic on the beat
Sending listeners to Hong Kong with my rap
My tongue technology
(sumber terjemahan lirik: genius.com)
Gak perlu penjelasan atau tafsir lagi kan. Marah-marah jadi berkah. Sejumlah army tak pernah lelah berteriak, dan istighfar. Ini hal unik dari pentas musik rap Suga. Kata-kata kasar kutukan berhamburan, salah satu hal yang ditabukan di industri Kpop Korea. Penonton konsernya malah merayakan kemarahannya dengan suka cita. Gak heran, salah satu momen yang paling diharapkan dan sangat disyukuri dari seluruh rangkaian konsernya adalah Suga tersenyum. Army ini baik banget ya, gak muluk-muluk, kalau Suga udah senyum, mahal dan sulitnya war tiket langsung terbayar lunas.
Give it to me
Liukan pinggul sedetik “kissing my ass” belum meredakan nafas, eh disusul hentakan Give it to me. Empat lagu pembuka secara marathon yang sungguh bikin sesak nafas. Aneh si Suga ini, baru mulai kok bikin diri capek. Demikianlah empat lagu yang menurut saya, menunjukkan posisinya untuk merespon larangan ini itu dan tuntutan menjadi idol yang sopan santun.
Seesaw-SDL-People-People pt 2
Oh jadi inilah waktunya mengambil nafas dari spiting rap. Empat lagu dengan tempo lebih rendah, ia bahkan duduk di dua lagu pertama. Seesaw dimainkan dengan gitar, dan idol yang bisa main gitar ternyata bikin heboh ya. Gitarnya berisi kalimat-kalimat penyemangat dari 6 rekan BTS-nya. Sederhana, tapi menonjol banget di panggung. Pinter deh si pembawa pesan ini. Salah satu yang sad but true adalah dari RM dan Jhope: kembalilah dengan sehat, jangan terluka. Lihat jadwal konsernya yang sangat rapat, sebagian besar 3 hari berturut-turut di sejumlah negara, apa engga remuk redam secara mental dan fisik.
Walau Suga bisa menyanyi lebih tenang, liriknya gak setenang itu. Rumitnya komunikasi dan hubungan dengan manusia, bahkan bisa sangat kompleks dan menghantui kegiatan sehari-hari kan.
Moonlight-Burn it
Saya sangat suka kedua lagu ini. Story teling at the finest. Dimulai dari Moonlight nan jujur.
The beginnings were humble,?Daegu, yeah, from a basement in Namsandong
To a penthouse in Hannam the Hill now, ha
The Peter Pan who still cannot wake up from his dream
In my head, the reality fights with the ideal tirelessl
My biggest enemy is the anger inside me
The more dreadful is the battle with the laziness inside me
Sometimes I resent God, asking why he made me live a life like this
What I’m doing, and if I love music at all
Sometimes I ask myself again, ‘if it’s possible to go back
Will you go back?’ Well, I’ll have to think more about that
One moment I feel like I’ve easily earned what I have
And the next moment I’m compensated for the fucking hard works I’ve done
But I’m still hungry, would this be karma?
The emptiness that I feel after flying fucking high
Although it’s been more than 10 years since I started in Namsandong
It’s the same that my head is a mess, fuck that
Musuh dalam dirinya masih dimunculkan di lagu kedua, Burn It. Ia melihat dirinya penuh dengan paradoks dan mengajak untuk membakarnya. Biasanya kita menyalahkan orang lain jika sedang merasa penuh kemalangan, kan. Eh ini Suga kebalikan.
Babak berikutnya kembali dibuka dengan video VCR. Sejujurnya adegan-adegannya tidak bisa diterka hanya dari apa yang terlihat. Sangat simbolik walau seperti adegan film drama. Saya tidak mampu menafsirnya.
Interlude-Shadow-Cypher 3 dan 4-Ugh-Ddaeng-Huh!
Inilah marathon 42 km konser ini. Lagu-lagu karya Suga cs yang sebelumnya dinyanyikan sama geng BTS-nya. Dinyanyikan medley, sebagian besar penonton, kecuali saya, hapal liriknya dalam Bahasa Korea. Berteriak sambil melonjak, dan tentu saja merekam. Pinggang, tangan, encok encok deh. Tapi tidak. Keesokan hari setelah tidur 3 jam abis konser, saya harus bangun jam 6 pagi untuk pekerjaan. Sama sekali tidak ada rasa pegal. Malah nagih. Wahaha…
Teman saya, Arin, juga bilang heran kok engga terasa capek sama sekali. Padahal ia sudah khawatir karena memiliki gangguan panik di tengah kerumunan. Saking seriusnya ia sudah terapi dan konsumsi obat. Bahkan ini konser pertamanya. Musik memang bisa jadi obat. Keren deh, Arin.
Pokoknya keempat lagu itu bak jalan tol kesuksesan dan popularitasnya sebagai super group. Tapi, takjubnya, pada saat yang sama, dia menyadari mudah jatuh.
Ooh, I wondered everyday how far I’d go
I came to my senses and I find myself here
Yeah, hmm, shadow at my feet
Look down, it’s gotten even bigger
I run but the shadow follows, as dark as the light’s intense
I’m afraid, flying high is terrifying
Life Goes On-Snooze-Polar Night-Amygdala
Huah, inilah babak spiritualitas konser ini. Empat lagu yang dinyanyikan secara penuh ini sangat indah, baik irama dan lirik. Rasanya Suga sudah mencapai moksa, keadaan ahimsa. Agak lebay, tapi coba saja dengar seluruh track itu. Lagu Amygdala sangat mengejutkan. Rentetan luka dan trauma diumbar terbuka, kerapuhannya nyata, dan ia memohon pada Amygdala-nya untuk bisa membebaskan diri. Usai lagu ini, Suga kolaps, jatuh ke lantai dan kini dibopong keluar panggung oleh keempat orang tadi. Keempat lagu ini ada di album terakhirnya, D-Day.
VCR kembali membekukan arena.
D-Day – Nevermind – The last
Future’s gonna be okay
Okay, okay, look at the mirror and I see no pain
I’d die for real ’til the D-Day
But it’s gonna be okay
Saya pikir D-Day akan mengakhiri semuanya, dengan gembira dan gegap gempita. Karena begitulah spirit lagu ini. Tapi ternyata The Last yang sangat gelap. Bahkan dinyanyikan dengan kamera sembilan angle, untuk mendapatkan semua bagian dari Suga.
On the other side of the famous idol rapper
Stands my weak self, it’s a bit dangerous
Depression, OCD
They keep coming back again from time to time
Hell no perhaps that might be my true self
Damn huh feeling estranged in reality
The conflict with ideal, my head hurts
Around the age of 18, I developed social anxiety
Right, that was when my mind was gradually polluted
[Verse 2]
At times I’m scared of myself too
Thanks to the depression that takes over me
And all my self hatred
Min Yoongi is dead already (I killed him) Comparing my dead passion with others
It’s now a part of my daily life
[Verse 3]
On the first visit to psychiatric ward
My parents came up with me
We listened to the consultation together
My parents said they don’t truly understand me
I don’t understand myself well either
Then who would understand?
Friends? Or you? Nobody knows me well
Ya Tuhan, epilog yang sungguh menunjukkan diri penyanyinya. Ia tak memberi penontonnya zona nyaman. Ia mengucapkan selamat tinggal dengan rendah diri, dengan segala kelemahannya, hal yang paling tabu untuk diceritakan, apalagi bagi industri Kpop. Namun inilah kekuatannya.
Batuk, tersipu, dan Bahasa Indonesia
Suga tak bisa menyembunyikan sakit batuknya sepanjang konser 3 hari. Ia berusaha tidak cari perhatian dengan bilang ia tidak sakit, ia baik-baik saja. Gimana rasanya tenggorokan gatel dan tercekat padahal musti ng-rap ya. Beberapa kali ia menyapa dalam Bahasa Indonesia, senang bertemu, mantap, mantul, gokil. Army Indonesia ini memang dahsyat, akhirnya misi saya mencari tahu siapa itu Army terjawab di konser ini.
Konser bak pesta, bagi-bagi hadiah, sok kenal sok dekat, buat kesepakatan tidak boleh angkat HP lebih tinggi dari kepala biar yang di belakang tidak terganggu, buat banner lucu-lucu, dan mudah terorganisir dengan cepat. Misalnya saat sejumlah penonton kecapekan dan harus keluar dari kerumunan, para penonton langsung buat barikade membuka jalan agar mudah keluar. Whoaaa…
Kilas balik
Saya adalah orang yang awam dengan BTS. Saat itu pun mendengar lagunya tidak sengaja, sebuah lagu menenangkan kala pandemi, Life Goes On. Baru menonton Festa pertama pada 2022, saat mereka disimpulkan oleh sejumlah media akan bubar, padahal hanya hiatus sebagai grup.
Sejujurnya, beberapa tahun silam, di sebuah toko buku, saya pernah nyinyir dengan sejumlah remaja yang heboh melihat sebuah majalah yang isinya semua tentang BTS. Saat itu saya coba membuka beberapa halaman, lalu heran bagaimana remaja itu bisa mengenali tiap personil karena semuanya terlihat mirip. Rambut hitam legam, kulit terang sekali, bibir merah.
Dengan khusyuk menonton video klip Daechwita pada 2022. Cari terjemahan liriknya dan arti Daechwita. Referensi musik etnik berpadu dengan rap bahasa Korea terasa sangat menyegarkan. Ditambah kenal seorang dokter yang rajin posting soal BTS, terutama RM dan menjelaskan apa yang membuatnya tergila-gila sejak remaja. Di antaranya buku-buku yang dibaca personilnya, perilaku rendah hati, dan lainnya. Mulailah mencoba menonton sejumlah program seperti Run BTS. Di usia ini, apakah memalukan mendengar BTS? Saya akan jawab dengan menyodorkan lirik lagu-lagu Suga.
The truths may become false, the lies may become true
In this place, everyone becomes someone with perfect ethics
And perfect judgment, that’s funny (UGH)