Album ini sudah dikemas seperti sebuah pertunjukkan di atas panggung. Sebagai pembuka, Cok menyambut dengan buaian “Manipulasi Hati” bagi pengunjung.
“.. kau seperti dewa kau buat hidup ini berwarna. Kau bagai dewa kau buat orang terus bermimpi.” Setelah koor senang dan mulai termotivasi, Kupit mengajak minum kopi di beranda rumahmu. Aransemen ulang “Tanam Saja” yang membuat kita ingin mengelus capung yang entah di mana, sulit ditemukan karena air makin tercemar.
Tapi penonton masih tersenyum. Dan mungkin akan meledak tertawa ketika “Lagu Semut” didendangkan. Kemudian mendadak tersengat ketika merenungkan lagu ini tentang apa. Dan, makin sayang dengan semut hitam yang jalan-jalan di rumah. Haha. Tapi semut hitam di album ini memberi alarm pada situasi di pulau kecilmu ini.
Ketika investor berlomba membuat resor eksotis sampai membelah bukit seperti di Pantai Pandawa, ingin mengurug Teluk Benoa agar dapat sunset dan sunrise di tengah laut. Sementara di bawah kondominium, hotel, atau villa ada nelayan yang mengais sisa-sisa rumput laut yang rusak diterjang ombak.
Maka, kutipan Gandhi yang masyur memang jadi niscaya, bumi tak akan cukup untuk satu orang yang serakah.