Warisanku

Membahas warisan pamali? Kematian toh hal yang pasti, bukan tahayul. Hanya soal waktu.

Jadi, minggu ini ada babak baru dalam hidup saya. Akhirnya, media hyperlocal yang kami kelola dimiliki publik, dalam skala kecil adalah komunitas-komunitas.

Itulah warisanku. Silakan dikelola oleh siapa saja yang nanti berminat, agar dia terus tumbuh dan jadi oase publik. Media yang kebijakan redaksinya tak disetir korporat atau pejabat. Kamu juga bisa mencalonkan diri jadi editor, kolumnis, ilustrator, dan pengembangan platformnya. Jadikanlah sebagai laboratorium pribadi atau komunitas.

Secara perlahan tapi pasti media ini membuktikan tumbuh, tidak besar, tapi perlahan sampai 17 tahun ini. Seperti pohon beringin, lama banget besarnya, tapi semoga bisa merindangi dalam waktu lama. Apakah media ini tak akan bangkrut, hilang, atau mati? Tentu saja bisa, seperti kreator Studio Ghibli bilang, pasti akan tiada suatu saat nanti. Tak ada yang abadi.

Pembahasan warisan ini tentu saja ada pemicunya. Dia adalah rasa sakit. Rasa yang membuatmu membahas kematian dengan senyum. Berbagai jenis rasa sakit secara fisik mulai saya rasakan.

Terakhir adalah sakit saat menggigil hebat selama satu jam. Kali ini tidak ada teriakan, menggigil dalam hening sehingga pasien lain tak sadar ada yang begitu kesakitan di kasurnya. Karena ini kali kedua mengalami, bisalah menahan rasa sakit tanpa erangan. Biar perawat dan pasien lain gak panik.

Menggigil juga bukan karena kedinginan. Suhu tubuh hampir 37 derajat. Tapi badan bergetar hebat, seperti kena setrum tapi dalam waktu panjang. Untuk menahan sakit, saya menggeretakkan gigi atau menarik nafas panjang dan menghembuskan perlahan lewat mulut. Perawat menelpon dokter dan meminta persetujuan tindakan selanjutnya. Satu ampul cairan dimasukkan ke selang untuk mengurangi intensitas gigilan.

Efek menggigil ini muncul beberapa saat setelah menerima dua kantung darah. Menurut perawat karena ini darah orang lain, dan dikenali sebagai benda asing oleh tubuh kita.

Setelah merasakan dua kali peristiwa ini, pertama saat HD dan tranfusi perdana, saya bisa menyimpulkan rasa sakitnya lebih hebat dibanding kontraksi melahirkan. Kalau kontraksi lahiran, emang sakit yang dicari dan berakhir nikmat melihat si bayi. Misalnya kala melahirkan satori dalam gaya waterbirth, kontraksi dan kemudian dijahit sampai bius habis itu langsung sirna berganti kenikmatan setelah inisiasi menyusui dini. Bahkan pendarahan pun langsung terhenti saat memeluk bayi.

Entah rasa sakit apa lagi yang akan saya lalui.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *