Minggu pagi, sudah pukul 9, detaknya jarumnya tak mungkin berhenti. Bani, pria 5 tahun itu saya siapkan ember hitam untuknya berendam. Laptop lusuh saya buka dan memasukkan keping CD berusia dua hari dari tanggal beli di Antida. Mengawali Hari, track pertama mengalun.
“Apa yang kita lihat/apa yang kita terima/apa yang kita rasa/semua karna kita sendiri,” suara datar Cok Bagus Pemayun sayup-sayup di antara kucuran air di tempat Bani mandi. Saya bayangkan Bani di masa depan, remaja yang dikejar pertanyaan, cita-citanya apa? Continue reading Dialog (Jangan) dalam Diam