Seorang turis, Matt dan istrinya dari Swedia, pekan lalu datang ke Pusat Informasi Turis di Dinas Pariwisata Denpasar, Jalan Surapati.
Ia membawa peta wisata kota Denpasar dan meminta petunjuk dari petugas di sana, dimana saja bisa mendapatkan makanan tradisional Bali. “Yang membuat saya tidak sakit perut, ya,” Matt dan istrinya nyengir. Mereka berpikir lebih mudah mendapatkan banyak varian makanan tradisional di Denpasar.
Saya lihat petugas menunjukkan Pasar Badung, yang memang dekat dengan lokasi Matt saat ini. Namun, agaknya Matt dan istrinya masih kebingungan.
“Saya baru saja dari pasar itu dan tidak melihat ada food stall makanan tradisional,” serunya. Saya pikir, wah pasti dua bule ini tidak sampai ke lantai III Pasar Badung yang menjadi food center.
Maklum, dia mengaku tidak suka dikuntit oleh “carry”, sebutan bagi guide dadakan di pasar Badung. Matt cs juga mungkin tidak tahu apa yang disebut makanan tradisional.
Di Pasar Badung, misalnya, yang paling banyak dijual di emperan adalah pesan (pepes), tum, lindung goreng, plecing, dan lainnya. Melihat penampilan makanan ini, Matt juga tak yakin apakah aman dimakan.
Saya tersenyum dalam hati. Lagi, istrinya si Matt mendesak untuk ditunjukkan kompleks makanan tradisional di seputar Gajah Mada, Puputan Badung, dan sekitarnya. Saya memberikan ancer-ancer sejumlah warung, namun karena jaraknya terpisah-pisah dan agak jauh mereka agaknya kurang tertarik.
Terakhir, saya tetap anjurkan dia ke Pasar Badung dan meyakinkan bahwa sejumlah makanan yang dijual disana selama ini aman dimakan. Entahlah, agaknya si Matt dan istrinya ini hanya butuh informasi resmi (harus dicantumkan juga di brosur) jenis makanan yang cukup aman bagi usus bule.
Pemerintah Kota Denpasar memang beberapa kali ingin mengenalkan Denpasar sebagai wisata kuliner. Masalahnya, festival makanan ini pun hanya seremonial disisipkan di sejumlah event seperti Gajah Mada Festival sebulan lalu.
Sebelumnya, ketika peluncuran brand Sightseeing Denpasar, dilaksanakan juga festival makanan tradisional di depan Inna Bali Hotel. Ini pun hanya sesaat.
“Kami kebingungan mencari lahan untuk kawasan makanan tradisional ini,”ujar I Putu Budiasa, Kepala Dinas Pariwisata Denpasar. Ia mengatakan ide traditional food corner ini dicoba di lobi Inna Bali Hotel itu, sekalian satu paket dengan obyek wisata heritage.
Inna Bali memang hotel tertua di Bali, dan yang saya sukai ketika kesana atau lewat adalah memandang dua buah dokar mini yang dipajang di lobi (sekarang disulap jadi counter makanan ala Tiara). Saya pikir, taksu hotel Bali agak memudar karena bagian wajahnya telah dijadikan warung makan yang kurang artistik atau pas dengan citra heritage hotel ini.
Lalu kenapa di Jogja, kita bisa leluasa memilih jalur-jalur lokasi makanan disana? Kalau gudeg di jalan A, bakpia di jalan B, dan seterusnya. Apakah sebelumnya pemerintah memang mengatur atau terbentuk dengan alamiah?
Nah itu deh ya masalahnya…? pejabat2 kita banyak yang study tour jauh2 ke LN tapi balik2 kesini, gak terlalu mengesankan. okelah ada festival/pameran/sightseeing Denpasar kemaren tuh yang emang cukup membuat gebrakan dan menambah 1 nilai plus Pemkot kita, tapi itu rupanya belum cukup menjadi magnet wisatawan mancanegara.
I don’t know, what’s wrong???
Hey Hey Hey…. si oming selalu ngata-ngatain pejabat kalo lagi dibelakang saja. Coba kalo udah sua saya…. hmm… hmm…. hmm……. He…
Tentang stand makanan tradisonal yang ada di brosur yah ?
ide yang bagus….. tapi kalo seumpama saya yang dapet job ini, bisa dipastikan topik paling utama yang ingin saja sajikan pasti ‘Rujak Kuah Pindang’. Hmmm…. Yummy…. 🙂
oming: kalo ketemu bli pande, persenjatai diri dengan gadget terbaru. Dipastikan bli pande langsung luluh…
bli pande: kalo ketemu oming, bawa duit Rp 10k for the souvenir.
keknya kl di jogja memang sdh alamiah dan lagipula penjualnya jarang yg pindah pindah kalau yg sdh legendaris.
eh iya bikin nuku panduan kuliner untuk bali tuh …dijogja sudah banyak kelihatannya 😛
ayo bikin… bantuin yah… baru mau bikin balifoodmap.com ….. buat yang mau kasi artikel soal makanan bali, kirim ke email aja dewi_pinatih@yahoo.com …. tar di link ke blog masing2 dah 😀
*numpang info nya ya mbok 😀
ide yang baik tuh. cepet dieksekusi. ntar silakan link di balebengong.net aja. tiap kali ada menu baru yang unik pastinya diposting di sana
semoga buku panduan wisata setiap daerah bisa di download gratis di internet