Saya menyukai Marjinal lebih ke bagaimana ia membangun komunitas dan bergembira di dalamnya. Marjinal, kelompok musik yang lebih suka disebut komunitas di Setu Babakan, Jakarta ini dahsyat karena ia memberikan kebangkitan jiwa anak muda dan anak-anak, dalam lingkungannya.
Marjinal, yang bisa saya simak dari lagu-lagunya, review majalah musik, dan kata orang-orang, membuat bangga komunitasnya. Paling tidak membangunkan orang untuk berpikir dan refleksi saja.
Mereka juga terlibat langsung dalam upaya mengubah sesuatu lewat aksi, tidak hanya menyanyi. Musik bisa memberikan lebih banyak dari pada cuman didengar.
Keinginan seperti ini juga tak terbendung saya alamatkan ke Animo. Enam punggawa Animo adalah Eko Sumarsono (bass), Ami Rosady (vocal), Jeko Fauzy (gitar), Eko Wicaksono (keyboard), Affan Latanette (perkusi), dan Agus Mantoro (drum).
Saya mengenal perta kali Animo, kelompok musisi yang tinggal di Bali ini di launching Bali Blogger Community (BBC), Februari lalu. Trus konser sukarela selanjutnya dihibahkan pada teman2 di Rumah Sakit Jiwa di Bangli.
Kegiatan off stage lain Animo saya kurang tau. But, ini udah bisa menarik simpati dan harapan saya bahwa Animo bisa memberikan more than music.
Soal musik dan lagu-lagunya, saya juga baru menyimak dengan serius dua hari ini. Maksudnya menyimak semua liriknya, melihat lekat cover CD, meraba-raba hasrat bermusik Animo. Mencoba ikut nyanyi. Ceilah…
Ada 8 track lagu dalam CD Animo berjudul Mimpi Tak Bertepi ini. Baru pertama kali beli CD musik. Bisanya cuma denger musik di radio, teve, dan membaca ulasannya di majalah musik. Kenapa beli CD-nya? Karena itu tadi, apresiasi lebih mesti diberikan pada musisi yang juga memberikan lebih.
Cover CD Animo sangat surealis. Barangkali ini influence dari musik mereka yang halus (pun pada nomor rancak), sopan, limpahan sound dari berbagai alat musik. Saya suka sekali perkusi-nya. Alat musik non elektrik memang terasa lebih akrab.
Namun, rasa surealis yang nampak di permukaan tak tergambar di keseluruhan lirik. Kecuali pada Mimpi Tak Bertepi, lirik-lirik lain sangat verbal. Misalnya pada lagu Sesungguhnya ciptaan Eko Sumarsono. Ingin ku kau pun mengerti/bila sesungguhnya aku/sayang padamu/dan aku pun tlah mengerti/sesungguhnya kau pun sayang padaku/
Terasa standar banget. Banyak lirik lagu lain yang verbal tapi terasa menohok dan nyleneh. Misalnya lirik-liril lagunya Naif. Ini sangat terpengaruh pada attitude personilnya. Naif nyanyi lagu nina bobo atau balonku masih aja terdengar kaya orasi aktivis. Hehe..
Di blognya, Animo bilang sih ga terlalu muluk, yang penting easy listening. Industri musik Indonesia skarang memang ga suka yang ribet. Tapi easy listening lebih asik kalau menyehatkan otak dan jiwa.
Untungnya, ada yang menyelamatkan lirik-lirik itu. Musik dan musikalitas Animo. Kolaborasi yang lumayan banyak di album ini memperlihatkan Animo mengapresiasi musisi lain untuk saling mengapresiasi dan belajar. Bintang tamu di album Animo ini adalah Chika Asamoto (Soprano sax), Rio sidik “Saharadja” (trumpet), Gede Yudhana (Gitar), and Erik Sondhy (Electric Piano).
But, bagaimana pun di atas semuanya, yang tak akan membuat saya berpaling adalah jika Animo bisa menghidupkan orang-orang. Melibatkan diri dalam banyak gerakan. Saya yakin Ibu Sugianti yang terpaksa dikurung di RSJ kemarin dan diajak nyanyi Animo, punya semangat baru. Amunisi untuk hari-hari yang lunglai di RSJ.
saya termasuk yang kuper, baru pertama kali dengerin. ternyata musiknya enak juga didengar 😀
Animo … lagi naik daun neh band. Saya gak bosen-bosen nyah mendengar lagu itu.
belum pernah dengar
sumpahhhh….marjinal asik banget….dan sumpahhhhh……animo bagus bangetttt CD nya buat pake lempar anjing lewat.
..saya jadi tersanjung..
animo berharap musiknya dapat dinikmati dan membawa suasana sejuk..
sekali lagi terima kasih..
didut: bisa diunduh di blognya animo. yang lebih penting lagi bukan lagunya, tapi empatinya.
pinjem….
dimana link downloadnya???
penasaran nech