Kuta Karnival dan Fasilitas Publik

traffic jam-ngaben di kuta

Merayakan Kuta lewat Kuta Karnival tahun 2009 ini saya jadi teringat dengan keinginan saya menemukan hasrat warga Kuta di balik gemerlapnya. Saya kutip kembali catatan saya tempo hari.

Kemacetan parah kembali terjadi di Jalan Legian, Kuta, awal pekan ini. Kendaraan sama sekali tidak bisa bergerak di sejumlah jalan menuju Legian. Terlihat dua kelompok warga yang bersiap melakukan prosesi ngaben (upacara kremasi) di dua titik berbeda. Iring-iringan perempuan membawa sesajen berbaris di sepanjang jalan.

Sepeda motor saja sulit melalui arak-arakan prosesi karena sepanjang Jalan Legian juga digunakan sebagai tempat parkir. Tanda larangan parkir yang tersebar di sepanjang jalan tak berguna. Malah sulit menemukan celah jalan yang tidak ada parkir kendaraannya.

Padahal, sejumlah tempat parkir telah ada di sela-sela rumah penduduk.

“Jalan Legian tidak mungkin bebas parkir. Sejumlah solusi gagal,” keluh I Nyoman Graha Wicaksana, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kuta, sebuah lembaga perwakilan warga.

Wicaksana mengidentifikasi ada tiga hal yang membuat regulasi yang ditetapkan setahun lalu itu gagal. Pertama, soal kebiasaan pengguna parkir yang sulit diubah untuk parkir di tempat khusus. Lalu, lahan di tempat parkir khusus terbatas, dan terakhir, penindakan bagi pelanggar tidak konsisten.

“Instansi pemerintah tidak melakukan tilang secara rutin, jadi tidak ada sanksi,” ujarnya.

Seringnya Jalan Legian macet total menurut Wicaksana membuat ketidaknyamanan warga. “Kalau ada upacara adat, warga tidak leluasa karena pasti macet total,” katanya.

Selain soal parkir, yang menjadi keluhan utama warga sekitar Kuta adalah kebisingan tempat hiburan malam. “Ditambah dengan perkelahian yang makin marak, kami sedang membuat acuan bagi pengelola diskotik di kawasan ini,” tambahnya.

Sejumlah hal yang masuk dalam gagasan penertiban ini adalah membuat surat himbauan mengenai pengelolaan konflik dan kebisingan. “Kalau manajemen tempat hiburan malam tidak menjamin untuk mengurangi dua hal itu, bisa disegel warga,” ancam Wicaksana.

LPM juga sudah membentuk tim Bantuan Kemanan Desa (Bankamdes) yang terdiri dari 30 orang warga Kuta. “Ini pengamanan swadaya yang tugas sepanjang hari,” jelasnya.

Ia melihat, banyak terjadi pelanggaran ijin diskotik di Kuta. “Mestinya hanya hotel bintang 5 yang bisa membuat diskotik di dalam areal bangunannya. Jadi keamanan pasti terjamin,” ujar Wicaksana.

Wicaksana juga kini mendapat banyak permintaan warga untuk penyediaan fasilitas publik di Kuta. “Kami jantung pariwisata Bali, namun tidak punya taman kota dan arena bermain untuk anak. Mencari tempat untuk olahraga dengan nyaman juga sulit,” keluhnya.

I Gede Suparta, Lurah Kuta, mengatakan Kuta semakin over kapasitas. Data penduduk terakhir, seperti yang digunakan untuk Pemilu Presiden menyebutkan jumlah penduduk dengan KTP Kuta sebanyak 11.700 orang. Sementara jumlah penduduk pendatang yang membayar iuran sebanyak 11 ribu orang.

“Over kapasitas sampai lima kali lipat. Jadi wajar muncul ketidaknyamanan, terutama karena pariwisata berdampingan dengan rumah-rumah penduduk,” ujar Suparta. Jumlah penduduk itu, belum ditambah dengan jumlah pekerja usaha jasa dan dagang di Kuta yang tinggal di luar Kuta.

Kabupaten Badung terdiri dari enam kecamatan, Kuta, Kuta Selatan, Kuta Utara, Petang, Abiansemal, dan Mengwi. Kecamatan Kuta terdiri dari lima kelurahan dan desa. Di antaranya Kuta, Seminyak, dan Legian. Kelurahan Kuta terdiri dari 12 desa dinas. Jalan Legian dan kawasan Pantai Kuta adalah daerah terpadat yang dikelola Kelurahan Kuta.

Kembali ke Kuta Karnival (KK), apa yang bisa diberikan event tahunan ini untuk peningkatan fasilitas publik Kuta secara umum? KK selama ini dilaksanakan di tepi pantai Jalan Raya Kuta.

Saya lihat, KK juga melibatkan sebuah LSM lingkungan local sepanjang pelaksanaannya namun berfokus pada sampah.

Fasilitas public yang banyak dimanfaatkan adalah sempadan pantai. Saya kira panitia KK perlu memberikan edukasi pada pengunjung mengenai statistic sempadan pantai Kuta dan permasalahannya. Misalnya ketika proyek reklamasi Pantai Kuta berlangsung, banyak pengunjung pantai heran kenapa ada eksavator hilir mudik di pantai.

Eksavator itu mengeruk dan meratakan pasir yang diambil dari belahan pulau lain di Bali. Nah, KK bisa merangsang warga untuk bertanggung jawab pada ekosistem pantai karena ternyata pantai bisa tergerus dan abrasi. Seperti mantan pantai tersohor lain di Bali, Candidasa atau Matahari Terbit.

Kegiatan edukasi yang lebih fun adalah edutainment ecomarine. Saya membayangkan satu space khusus untuk anak-anak soal ini. Tak hanya untuk pagelaran KK, tapi selamanya. Ini yang saya maksud KK bisa membuat sejarahnya sendiri untuk Kuta. Memberikan pondasi dasar, upaya meningkatkan fasilitas publik.

0 thoughts on “Kuta Karnival dan Fasilitas Publik”

  1. Satu alasan utama saya untuk menghindari kuta adalah kesemrawutan lalu lintasnya.

    Kalau ndak ada yang mau mengalah, rasanya sulit mengurai keruwetan jalanan di kuta dan sekitarnya. Harus ada pertemuan antara warga lokal, pengusaha dan pemerintah untuk menanggulangi masalah ini.

  2. meski pernah ke bali, sayang saya belum sempat mampir ke kuta. sayang. mungkin suatu saat saya akan kembali….

    salam blogger,
    masmpep.wordpress.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *