Kilas Balik 20 Tahun HIV/AIDS di Bali
Beberapa waktu lalu, seorang pria yang terinfeksi HIV meninggal di Rumah Sakit Sanglah. Kondisi tubuhnya tidak bisa menahan gempuran gejala penyakit akibat Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang telah lama menyerang kekebalan tubuhnya. Kekebalan tubuhnya cepat merosot karena pria ini tidak mendapat pengobatan sedikit pun.
Akibatnya, fase Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), suatu kondisi adanya sekumpulan gejala penyakit di tubuh, dengan cepat diidap pria muda ini. Sang istri menyesal karena terlambat tahu bahwa ada terapi pengobatan untuk orang dengan HIV atau AIDS (Odha) seperti suaminya.
Sampai si suami tergolek lemah berminggu-minggu di rumah sakit pun, keluarga mempercayai kerabatnya kena ilmu hitam (ada nak ririh). Mereka tak mau menerima anaknya dinyatakan positif HIV. Hanya sang istri yang mengakui dan dengan ikhlas terus merawat suaminya yang sudah sulit berbicara itu.
Jika keluarga membuka diri, nisacaya pengobatan mudah didapatkan dan umur pria tadi akan lebih panjang. Ia masih bisa hidup sehat mengasuh anak sambil melakukan terapi pengobatan yang mudah dijangkau. Masalahnya lagi, ketidakterbukaan itu dapat menyebabkan penularan HIV ke anak, istri, atau orang lain. Hal ini sangat mungkin karena dia sendiri tidak tahu telah terinfeksi HIV atau ditutupi keluarganya.
Sesal selalu datang terlambat. Inilah peristiwa-peristiwa yang terus terulang di Bali. Bahkan lebih dari dua puluh tahun setelah kasus pertama infeksi HIV dilaporkan dari Bali pada tahun 1987. Secara nasional, Pemerintah Indonesia mengakui bahwa kasus di Bali inilah yang dilaporkan sebagai kasus pertama HIV dan AIDS di Indonesia.
Adalah Dokter Tuti Parwati yang melakukan perawatan bagi Odha pertama di Indonesia itu. Ia adalah seorang pria berkewarganegaraan Belanda yang tinggal di Bali. Dari sinilah kasus demi kasus infeksi HIV dibuka untuk diinformasikan kepada masyarakat.
Hingga hari ini, berita kematian akibat HIV dan AIDS seringkali diberitakan media. Kemukinannya adalah makin banyak orang yang terinfeksi HIV yang tidak tahu statusnya atau mereka meninggal karena sengaja ditutupi hingga tidak mendapat pengobatan layak.
Kepala Ruangan Nusa Indah RS Sanglah Sagung Suryani mengatakan pihaknya saat ini mulai bersiap menerima lonjakan pasien Odha. Tiap tahun kasus HIV dan AIDS terus meningkat drastis. “Kami sudah bersiap-siap karena semua orang, miskin atau kaya banyak yang telah kena,” kata perempuan yang juga memberikan konseling dan tes HIV ini.
Berdasarkan pantauan, semakin banyak yang sukarela datang ke Klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT) RS Sanglah yang terletak di belakang rumah sakit terbesar di Bali itu. Ini mengembirakan karena semua orang kini melakukan upaya pencegahan dini dengan tes HIV gratis. Tes ini, apalagi untuk mereka yang berisiko tinggi terinfeksi HIV sangat penting. Seseorang yang telah kena HIV baru merasakan gejalanya setelah 3-5 tahun sejak pertama kali virus masuk ke tubuh.
Yang berisiko tinggi terinfeksi adalah seseorang yang pernah melakukan hubungan seks dengan Odha, bisa saja ibu rumah tangga yang tidak tahu suaminya kena HIV. Selain itu pengguna narkoba suntikan yang sering berbagi jarum suntik, pekerja seks, dan lainnya. Kini, pengidap HIV makin banyak anak-anak, bayi, ibu rumah tangga, dan orang lain yang terinfeksi dari pasangan atau keluarganya sendiri.
HIV dapat dengan mudah menular melalui cairan kelamin, darah, dan perantara lain yang berhubungan dengan dua hal itu. Kini masih diselidiki lebih pasti risiko infeksi HIV dari air susu ibu (ASI).
Informasi terakhir, ibu yang kena HIV dipersilakan memberikan ASI untuk anaknya dengan syarat tertentu seperti melakukan terapi antiretroviral (ARV), obat penahan HIV. Alasannya kemungkinan kematian bayi tanpa pemberian ASI di negara berkembang lebih tinggi dibanding tertular HIV yang dapat ditekan dengan pemberian ARV pada ibu.
Penggunaan kondom juga sangat disarankan bagi pelaku seksual aktif. Kondom dapat menahan cairan kelamin yang membawa HIV. Menurut perhitungan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Bali, setiap tahunnya sekitar 840 orang pelanggan seks rentan kena HIV di Bali. Belum lagi anak-anak dan ibu rumah tangga yang bisa terinfeksi dari pelanggan seks itu.
Tak heran penularan HIV melalui hubungan seks meningkat drastis beberapa tahun ini di Bali. Data Dinas Kesehatan Bali terakhir mencatat jumlah kasus HIV dan AIDS di Bali sampai dengan November 2007 adalah 1.782 kasus. Sebagian dari jumlah itu diidap oleh anak muda berusia 20-29 tahun (920 orang), dan 44 remaja berusia 14-19 tahun.
Sebanyak 53% orang tertular melalui hubungan seks laki-laki dan perempuan (heteroseksual). Sekitar 34% terinfeksi karena penggunaan narkoba suntik. Dua puluh anak-anak dan bayi terinfeksi HIV tertular dari ibunya.
Sebelumnya potensi pertama adalah karena penggunaan narkoba suntik. Prof DN Wirawan, peneliti dan pengobat HIV mengatakan kasus penularan dari narkoba itu dapat ditekan setelah adanya kebijakan pengurangan dampak buruk narkoba (harm reduction).
Prof Wirawan sulit membayangkan bagaimana masa depan generasi Bali nanti dengan infeksi HIV di kalangan anak muda usia produktif yang terus meningkat drastis. Pekerjaan rumah yang besar juga soal ketersediaan obat-obatan dan perawatan yang memadai bagi Odha yang harus mulai terapi ARV. “Infeksi HIV harus secara terbuka diakui dan dicari solusinya bersama,” pinta dokter yang kesehariannya mengurus Odha ini.
haloo…ketemunya di wordpress malahan ya.semangat!!
oiya multiply kok jadinya ribet ya.ya mau ubah ke wordpress aja, biar lebih rapi.ajarin ya…
dokter oka: akhirnya…. setelah sekian lama menunggu blogmu. ayo wordpress ajah. apalagi dokter kan buanyak curhatannya