Sentimen Anti Keberagaman Dinilai Menguat

Jaringan Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI) menilai sentimen anti keberagaman makin menguat di Indonesia. Sebanyak 15 aktivis dari 15 daerah di Indonesia melakukan pelatihan monitoring media untuk menganalisis pola dan kerentanan gerakan anti pruralisme.

Pelatihan ini dilaksanakan tiga hari hingga Kamis ini di Legian, Kuta. Peserta berasal dari Papua (termasuk Papua Barat), NTB, Bali, regio Sulawesi dan Maluku, region Jawa, dan Sumatera.

“Pemberitaan yang memotret anti keberagaman kini sangat tinggi di media-media Indonesia. Ini harus diwaspadai dan dipetakan salah satunya melalui analisis media,” ujar Daniel Awigra, Koordinator Kampanye ANBTI, Rabu.

Menurutnya isu-isu agama mudah dimanfaatkan untuk membangkitkan solidaritas suatu kelompok. Misalnya menjamurnya isu-isu syariahisasi hukum negara termasuk lewat peraturan perundang-undangan, khususnya di daerah.

Yang menyedihkan, tambahnya akibat akumulasi faktor sosial masyarakat yang terhegemoni faham-faham sektarian tersebut, maka daya tekan kelompok politik yang membawakan sentimen agama justru menebal. “Pada gilirannya ini semua mengancam konsep keberagaman yang telah diusung oleh para pendiri bangsa.”

Salah satu contohnya adalah keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) No 3/2008 dan No 199/2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat.

Dalam surat itu dinyatakan pemerintah memberi peringatan pada JAI dan memerintahkan warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia.

Keputusan Bersama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan di Jakarta pada 9 Juni 2008. Menteri Agama, Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri.
Selain itu, lolosnya UU Pornografi yang dinilai sangat bias gender dan budaya lokal demi standar moral kelompok agama tertentu.

“Ada apa di balik semua ini? Apakah ada suatu agenda tersembunyi di balik arus besar penguatan isu-isu sektarian agama dalam situasi bangsa Indonesia yang sedang terombang-ambing ditempa krisis?” ujar Awigra.

Untuk mengetahui semua itu, aktivis dari 15 daerah di Indonesia itu melakukan analisis media baik secara kualitatif maupun kuantitatif.  Perjalanan isu-isu pengadopsian hukum agama ke dalam hukum negara dinilai harus dibongkar dengan metode ilmiah yang rasional pula. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan jalan melakukan pemantauan media.

“Ada kritik bahwa media selama ini juga menjadi pemain yang juga punya kepentingannya sendiri,” ujar Awigra merujuk sejumlah nama media nasional.
Monitoring media ini menurut Nia Sjarifudin, Coordinator Organizing Committee ANBTI, akan diefektifkan selama setahun ini.

“Selain itu, jaringan ini juga perlu menguatkan konsolidasi di kelompok penganut kepercayaan yang makin terancam, seperti Kaharingan, Kajawen, dan lainnya,” ujarnya. Kelompok penganut kepercayaan ini terdiskriminasi karena tidak punya hak untuk dicatatkan dalam administrasi kependudukan.

http://www.thejakartapost.com/news/2009/04/03/antipluralist-sentiments-media-rise.html-0

0 thoughts on “Sentimen Anti Keberagaman Dinilai Menguat”

  1. Terlepas dari semua itu – hendaknya kita sebagai warga bisa membaca pesan tersirat dari semua gejala sosial ini.. agar senantiasa bisa memperkokoh persatuan.. this is purely politics..

Leave a Reply to iikjlo Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *