Pergulatan Perempuan Pasar Menghadapi Kespro

Kecilnya ukuran kursi dan lamanya duduk, membuat Ni Ketut Partini, 43 tahun, kadang mendapat gangguan pada alat reproduksinya. Ia beberapa kali harus periksa alat kontrasepsi jenis spiral yang dipakainya sejak 15 tahun lalu.

“Saya merasa kadang-kadang pas duduk terus, kelaminnya seperti ditusuk-tusuk sama alat KB-nya. Mungkin talinya longgar ya?” ia tampak bingung menjelaskan keluhannya.

Rasa sakit karena alat kontrasepsi kerap datang karena ia harus banyak duduk. “Kalau berdiri, beteg (bengkak) kakinya,” ibu dua anak ini beralasan.

Kursi berkaki tinggi jadi tempat duduknya hampir 12 jam per hari lima tahun terakhir di Pasar Badung, Denpasar. Kursi berkaki sekitar satu meter itu kokoh sampai kini. Hanya kotor dan amis. Kotor karena kerap terpercik minyak kerupuk kulit babi yang dijualnya.

Amis dari aroma daging babi mentah yang memenuhi meja pedagang kanan kirinya. Kadang-kadang ia memilih berdiri untuk mengurangi pegal di sekitar bokongnya.

Kursi itu kurang nyaman diduduki karena tinggi, seperti kursi bar, dan dudukannya kecil. Namun kursi itu membuatnya lebih tinggi dan mudah dilihat. Ini strategi pedagang pasar menarik perhatian di tengah kepadatan pasar. Semua los berjualan berukuran sama dan berjejer sehingga perlu trik khusus menonjolkan diri.

Partini berdagang di pasar terbesar di Bali itu sejak 1985. Ketika itu ia baru 22 tahun. Ia menggelar dagangannya di lantai I, khusus area penjualan daging dan sayuran. “Sudah rutin, berangkat jam 4 pagi, pulang 4 sore,” katanya.

Rutinitas ini tak membuatnya bosan. Menghabiskan waktu nyaris sepanjang hari dengan duduk di kursi tua itu sambil menunggu pembeli kerupuk kulit babi yang cukup digemari masyarakat. Kerupuk ini biasa dihidangkan saat syukuran atau pelengkap hidangan hari raya umat Hindu.

Karena itu sakit seperti tertusuk ditahannya. Untuk memeriksakan alat KB-nya itu ia merasa malu dan risih, karena harus menunjukkan kelamin di depan dokter.

Rasa malu juga dirasakan Ketut Murni, 35 tahun. Pedagang sarana yadnya (persembahyangan umat Hindu) ini sampai tak berani menyebutkan kata “kelamin”, terlebih memeriksakannya. Sampai kemudian ia mendengar cerita temannya sesama pedagang, Gung Oka, meninggal karena ada masalah dengan kelaminnya.

“Aduh, kaget sekali, ada yang meninggal karena katanya kanker rahim.  Keluar darah terus dari kelaminnya, katanya sudah stadium empat. Kenapa kok bisa begitu,” Murni masih menyimpan rasa penasarannya.
Demikian pula Jero, majikan Gung Oka, yang divonis kanker leher rahim itu. Jero sampai kini masih heran kenapa penyakit itu dengan cepat merenggut hidup Oka.

Oka dikenal sebagai pekerja keras. Sejak 1980-an perempuan empat putra ini bekerja membantu toko peralatan yadnya keluarga Jero. Tiap hari ia bekerja sembilan jam mulai pukul 08.00 pagi. Biasanya ia mengatur dagangan atau mengangkut peralatan yang baru datang untuk dijual dari parkir sampai lantai IV Pasar Badung, lokasi kios itu.

Suatu hari ia mengeluh mengalami keputihan hebat dan berbau. Perutnya nyeri hingga mengganggu aktivitasnya. Mau tak mau ia harus memeriksakan diri ke salah satu rumah sakit di Denpasar. Ia dinyatakan mengidap kanker leher rahim stadium lanjut.

Oka pun diminta untuk tak lagi bekerja keras. Ia memutuskan beristirahat di rumah. Di rumah, perempuan yang berusia sekitar 45 tahun ini masih bisa mengerjakan sejumlah pekerjaan. Namun delapan bulan kemudian, ia menghembuskan nafas terakhir. “Tumpek Landep yang lalu ia meninggal,” kenang Jero.

Tumpek Landep adalah salah satu perayaan Agama Hindu yang tahun ini jatuh pada …. Maret.
Peristiwa ini kemudian jadi pembicaraan hangat antar pedagang, termasuk Murni dan Sutiariani, pedagang sebelah losnya. Mereka masih tak percaya di organ reproduksi perempuan bisa tumbuh kanker yang bahkan mematikan.

“Kita perempuan, jadinya susah. Punya alat kelamin macem-macem penyakitnya. KB juga kadang cocok kadang tidak. Sekarang saja saya sudah tidak pake spiral, pernah nyangkut. Pakai sistem ancit saja,” kata Sutiariani dalam Bahasa Bali, diikuti derai tawa Murni di sebelahnya. Ancit adalah kiasan yang mengarah ke metode senggama terputus.

Senggama terputus (coitus interuptus) adalah salah satu metode kontrasepsi sederhana tanpa alat atau obat. Dilakukan dengan cara menarik penis dari vagina saat orgasme, sehingga sperma tidak masuk ke rahim. Tujuannya mengurangi kemungkinan hamil.

Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dua metode lainnya adalah metode efektif dan metode mantap dengan operasi. Metode efektif paling gencar dikampanyekan seperti pil KB, suntik KB, alat kontrasepsi dalam rahim, dan kondom. Sedangkan metode mantap dengan jalan operasi (steril), misalnya vasektomi untuk laki-laki dan tubektomi untuk perempuan.

Setelah di pasar, ibu satu anak itu mengaku baru tahu kasus-kasus menyangkut keluhan penyakit kandungan, demikian Sutiariani menyebut istilah gangguan kesehatan reproduksi (kespro) perempuan. Terlebih penyakit itu kini memaksanya papsmear, untuk melakukan deteksi dini kanker leher rahim, yang merenggut hidup temannya secara tak terduga.

Peristiwa sama juga memberikan ingatan dalam pada Ni Nyoman Suartini, 51 tahun. Tapi ini terjadi pada orang berbeda yaitu dua pelanggannya. Seorang diantaranya adalah guru senam, sebut saja Sri. Suartini kerap diingatkan Sri untuk melakukan papsmear. Saat itu Suartini menanggapinya dengan santai karena ia merasa sudah pernah melakukannya sekali, dan tidak ada indikasi gangguan yang harus diwaspadai.

Tiba-tiba pedagang kelontong ini dikejutkan dengan kabar kematian Sri yang mendadak. Di ingatannya, Sri adalah perempuan yang sangat sehat, rajin senam, dan terlihat selalu segar dengan rambut poni. Ia kemudian mendapat kabar Sri meninggal karena kanker leher rahim.

“Gejala temen saya itu mens (menstruasi) lama, keluar darah sampai tenaganya habis. Sudah dua tahun berobat, mungkin kebal. Tambah parah jadinya,” ujar Suartini. Ia tak habis pikir, karena menurut informasi, Sri baru terdeteksi mengidap kanker leher rahim stadium II, tapi begitu cepat merenggut nyawanya.

Suartini sempat ketar-ketir ketika mengetahui hasil papsmear rutinnya yang ketiga kali. “Waktu itu kondisi saya kurang fit. Habis minum obat, teler saya. Saya minta dokter, bisa ngasi obat yang lebih ringan. Setelah dicek ternyata penyakitnya kelebihan empat. Bakteri itu lebih empat kata dokter. Apa istilahnya saya tidak mengerti. Hilangnya satu, masih tiga. Dokter bilang obat itu paling paten. Ternyata tidak mempan,” ia memaparkan.

Sehabis pap smear ia mendapat sedikitnya tiga macam obat yang harus diminum sampai habis. Di antaranya obat infeksi dan vitamin. Kadang ia merasa obat tertentu tak cocok karena menimbulkan efek samping seperti mual dan lemas. Hal ini, menurutnya, menyulitkan pedagang yang tak mau terganggu aktivitas berjualannya.

Suartini sendiri telah melakukan pap smear 5-6 kali di klinik kesehatan reproduksi Pasar Badung yang dikelola Yayasan Rama Sesana. “Pokoknya tiap enam bulan naik. Tanggal 13 saya mens, tanggal 17 baru periksa. Harus bersih sekali dan tidak boleh berhubungan sebelum pap smear. Nanti campur spermanya,” ia menjelaskan aturan pap smear.

Sekarang ini kata pap smear agaknya familiar di antara pedagang Pasar Badung. Sejumlah pedagang yang ditanyakan soal kesehatan reproduksi mengasosiasikan hal ini dengan pap smear.
“Biasanya memang pedagang kebanyakan suka pap smear, apalagi sering diinformasikan petugas klinik,” ujar

Suartini tentang penjangkauan yang dilakukan petugas lapangan Yayasan Rama Sesana (YRS). Yayasan ini mendirikan klinik kesehatan reproduksi  (kespro) sejak 1994 di lantai IV Pasar Badung.

Pap smear adalah suatu tes sederhana untuk memeriksa kesehatan leher rahim (cervix). Leher rahim adalah bagian yang menjulur ke liang vagina.

Tes ini cara termudah untuk mendeteksi dan mencegah kanker leher rahim. Biasanya dokter akan mengambil sedikit contoh sel-sel di leher rahim dengan alat tertentu. Setelah diperiksa di laboratorium, hasil tes akan memperlihatkan tanda-tanda peringatan dini adanya kanker di leher rahim yang terdapat di dalam vagina.

Tes ini juga dapat menjadi pendeteksi adanya infeksi alat reproduksi perempuan.ory Health initiative
Kadang-kadang sel-sel  kecil leher rahim yang sehat dapat berubah menjadi tidak sehat (abnormal). Hal ini terjadi tanpa disadari. Kanker leher rahim baru menampakkan gejalanya pada stadium sudah lanjut.

Gejalanya seperti keputihan yang berbau busuk, pendarahan saat atau setelah melakukan senggama, pendarahan spontan di luar haid, dan nyeri perut bagian bawah. Karena itulah diperlukan pemeriksaan sedini mungkin.

Penyebab kanker leher rahim ini belum diketahui secara pasti. Sejumlah potensi yang berisiko menginfeksi, di antaranya akibat hubungan seks dengan pasangan yang sering ganti-ganti pasangan, dan melahirkan pada usia muda. Bisa juga karena kebersihan di daerah vagina kurang terjaga. Walau belum pernah berhubungan seks, seseorang bisa mengidap kanker leher rahim jika membawa hormon ibunya yang mengidap penyakit sama.

Menurut Luh Putu Upadisari, dokter di klinik kespro YRS Pasar Badung, hingga pertengahan Juni 2006, sekitar dua persen hasil pap smear di kliniknya menunjukkan tanda-tanda keganasan. Misalnya  keputihan yang berbau busuk, nyeri perut, dan pendarahan di luar menstruasi.

Hasil ini berbeda tiap tahunnya. Tahun pertama klinik ini berdiri mereka yang teridentifikasi tanda-tanda keganasan mencapai enam persen, lalu tahun kedua delapan persen. Hasil ini menurutnya tidak mewakili populasi pasar karena pasien klinik juga banyak yang tidak melakukan aktivitas keseharian di Pasar Badung seperti pembeli, dan masyarakat umum lainnya.

Dokter Sari, panggilan akrabnya, mengatakan selain pap smear, keluhan kespro lain di klinik adalah gangguan kesehatan organ reproduksi seperti keputihan, ketidakcocokan alat kontrasepsi, dan infeksi alat kelamin misalnya gonorrhea (kencing nanah) dan clamydia. –jelasin satu-satu kali ya-

Dari hasil konseling, kebanyakan perempuan masih mempercayai mitos tentang cara-cara menangani organ reproduksi. Salah seorang dokter klinik, Surti Patmini mengatakan mitos itu sulit dihilangkan karena telah lama diyakini dan sosialisasinya begitu cepat. Ia mencontohkan misalnya nanas dan pisang ijo penyebab keputihan pada perempuan.

Sejak klinik ini berdiri, Januari 2004 hingga Februari 2005, masalah yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi ada 1.055 kasus. Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan  84 kasus infeksi gonorrhea (GO), tanda-tanda infeksi pada mulut rahim (suspect chlamydia) 668 kasus, bacterial vaginosis 379 kasus, candidiasis vagina 312 kasus, serta tanda-tanda infeksi pada liang vagina 443 kasus.

Sementara hasil pap smear pada 603 orang, memperlihatkan hanya 60 orang yang tidak mengalami gangguan apapun pada mulut rahim. Lainnya menunjukkan infeksi bakteri atau organisme lainnya (non kanker) 465 orang, infeksi yang tidak mengarah keganasan 58 orang, dan 20 orang terdeteksi mempunyai sel-sel yang mengarah keganasan.

Sedangkan dari pelayanan Keluarga Berencana (KB), kebanyakan pasien melakukan kontrol alat kontrasepsi atau sering disebut KB, akseptor KB, dan konseling efek samping. Alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah KB suntik, 320 orang, kemudian pil KB (169 orang), dan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), yakni rangka plastik kecil yang dipasang dalam rahim, bisa berbentuk spiral atau “T”.

Dari pelayanan kesehatan umum, terbanyak karena infeksi saluran nafas (487 kasus), infeksi saluran usus (87 kasus), dan penyakit kulit dan sendi (310 kasus). Lainnya adalah penyakit jantung dan pembuluh darah, telinga hidung dan tenggorokan (THT), serta anemia dan keluhan kelelahan.

Sari mengatakan hasil ini tidak menunjukkan bahwa penghuni pasar paling rentan dengan gangguan kespro. “Saya rasa tidak berbeda dengan tempat lain. Masalahnya tidak ada data perbandingan mengenai kondisi perempuan bekerja di tempat lain. Tidak ada program yang sama di Bali,” ujarnya.

Pasar tradisional sebagai tempat berkumpulnya orang dari berbagai kalangan menurut Sari menunjukkan populasi masyarakat umum. “Sangat heterogen. Semua perempuan mempunyai potensi gangguan kespro,” tambahnya.

Perempuan memang rentan kena penyakit kelamin karena bentuk dan fungsi organ reproduksi dan faktor risikonya. Ia mencontohkan bagaimana perempuan harus lebih awas ketika membasuh kelamin seusai kencing atau buang air bersih. Kuman dan bakteri sangat mudah timbul karena faktor kelembaban dan mudahnya masuk ke liang vagina.

Bagi perempuan yang menghabiskan waktunya beraktivitas di pasar seperti pedagang, buruh angkut dan lainnya, faktor risikonya adalah aktivitas fisik berlebihan, kelembaban, dan kualitas sanitasi.
“Pasar ini buka 24 jam, ada pedagang pagi dan malam. Faktor fisik dan kelelahan memudahkan orang terkena infeksi,” kata Sari yang melakukan riset kespro di Pasar Badung sejak 2002.

Ia menjelaskan bahwa pasar secara geografis tidak menjadi faktor utama penyebab gangguan kesehatan reproduksi.
Soal sanitasi, sejumlah pedagang mengaku toilet yang ada sudah cukup. Soal kebersihannya, dianggap standar. Yang penting cukup air dan tak berbau pesing.

Di pasar ini, tiap lantai terdapat area mandi, cuci, kakus (MCK) yang terdiri dari rata-rata tiga kamar mandi. Tiap ruang ada satu bak penampungan air, kloset, dan tong sampah. Hanya perawatan kurang maksimal. Misalnya bak air terlihat kotor dan lantai berkerak. Kamar mandi di lantai satu terlihat paling ramai karena lantai keramiknya selalu bersih dan air bersih terus mengalir. Pengunjung harus melepas alas kaki sebelum masuk toilet.

Namun, kespro belum menjadi prioritas bagi kebanyakan perempuan, pun di pasar. Hal ini diakui Partini dan Suartini, pedagang di Pasar Badung. Menurut Partini, biasanya pemeriksaan organ reproduksi di klinik YRS membonceng pemeriksaan kesehatan umum. “Kalau pengeng (sakit kepala) atau panas, baru naik periksa. Di sana ditanya-tanya sudah pap smear atau belum. Disuruh periksa. Saya dikasi buku kespro tapi malas baca,” ujarnya.

Karena itulah YRS memberikan layanan pemeriksaan kesehatan umum, seperti keluhan demam, diare, pusing, dan lainnya. Ini dianggap jalan masuk untuk sosialisasi kespro dalam menjangkau komunitas pasar.

“Jangankan pap smear, IMS saja bisa menyinggung perasaan mereka. Mereka malah menarik diri, tidak setuju, itu kan penyakit perempuan nakal saja. Seperti bertentangan dengan norma. Pernah ada yang nyebar brosur HIV/AIDS ke pedagang malam, dibuang sama mereka. Mereka tersinggung, dikira nakal,” beber Dokter Sari menyinggung sensitifitas masyarakat soal isu HIV/AIDS.

(Dimuat dalam Buku 22 Jurnalis Cerita tentang Perempuan, Orientasi Seks, dan HIV/AIDS terbitan LP3Y)

3 thoughts on “Pergulatan Perempuan Pasar Menghadapi Kespro”

Leave a Reply to syaefi hazami Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *