Jurnalisme kembali menggairahkan. Senang sekali dapat fokus liputan di isu-isu kesehatan, NGO, lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat. Tengkyu Bli Jun dan Mas Har di Jakarta Post Bali.
Tidak seperti wartawan harian lain yang menunggu peristiwa hari itu untuk straight news, aku harus merencanakan liputan sendiri. Maklum, isu-isu ini, apalagi wilayah advokasi NGO, bukan isu hot untuk sebagian besar media harian.
Mulailah aku membuka ingatan dan rajin-rajin ngobrol untuk mendapatkan bahan menarik. Contohnya soal RUU Pornografi (dulu namanya RUU Pornografi dan pornoaksi), serta IPST Sarbagita di TPA Suwung. Ini dua cerita yang menggairahkan minggu lalu.
Instalasi Pengelolaan Sampah Terpadu Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (IPST Sarbagita) yang beberapa tahun mandeg ternyata udah mulai jalan proyeknya di TPA Suwung. Cerita gampangnya begini, empat kabupaten itu harus buang sampah di Suwung. Pengolahan sampah oleh investor swasta ini dari duit dan teknologi negara maju dengan mekanisme CDM.
Sederhananya, jual-beli emisi penyebab global warming. Negara maju boleh tetap buang emisi ke udara, tapi dengan membeli emisi negara berkembang. Ironis, tapi mekanisme ini disetujui sebagai langkah pengurangan efek rumah kaca.
Aku harus gerilya mencari narasumber yang bisa ngasi pandangan kritis soal ini. Setelah reportnya masuk JP, ada komentar yang masuk dari aktivis lingkungan soal artikelku dan story behind the project. Jadi makin siaga kalau mau bikin next artikel. Tapi ini menariknya. Penulis dan sumber jadi lebih bisa brainstorming.
Hal yang sama juga di liputan RUU porno itu. Waktu mo nulis, belum ada aktivis NGO atau komponen penolak RUU ini dulu di Bali yang bergerak. Gerilya lagi biar ada sumber yang mau komentar dan memberikan ulasannya. Sabtu lalu diskusi gerakan Bali menolak RUU porno yang ndjubilah itu dilaksanakan, dan beberapa diskusi lain.
Informasi memang ada di tangan Anda. Mau nggak berkontribusi dalam pengelolaan informasi. Kalau merasa punya informasi dan hal penting yang harusnya lebih layak jadi berita, silakan dibagi. Caranya? Telepon meja redaksi, email, sms. Kalau pembaca pasif, jangan salahkan isi koran isinya cuma sampah. Wartawan juga punya tanggung jawab biar beritanya gak dicap sampah.
Eh, jangan lupa, tanda bintang (*) di koran Anda adalah berita iklan. Mestinya disebutkan itu advertorial. Ada yang layak dibaca, tapi lebih banyak yang harus dikonfirmasi kebenarannya.
hmmm… kalo posting di blog pake tanda * (bintang), boleh ndak Mbok ?
congratulations, bu. tetap semangat. mmmuah!
*lalu balik ke kasur utk mmuah2 beneran. 😀