Tata Ruang Bali mau Kemana?

BUSINESS

Ratusan warga menghadiri rembug rakyat untuk mendesakkan Perda Tata Ruang yang berprinsip berkeadilan dan memperhatikan hak-hak warga, Kamis (30/7) di Wantilan DPRD Bali, Denpasar.

Warga berasal dari berbagai latar belakang yang peduli pada wajah Bali 25 tahun ke depan. Misalnya nelayan, petani, ibu rumah tangga, penyandang cacat atau difabel, pengerajin, dan lainnya. Mereka juga membacakan pernyataan sikap untuk memastikan wajah Bali tak bertambah rusak oleh alih fungsi lahan yang masif dan tak terkontrol oleh pemerintah.

Warga membawa poster berisi kecaman. Misalnya “Tata Ruang bukan Barang Dagangan”, “Tata Ruang yang Ramah untuk Difabel”, dan lainnya.

Forum dalam pernyataan sikapnya mendesak eksekutif dan legislatif untuk:

1.    Memastikan Rancangan Perda RTRWP Bali yang kini tengah dibahas di dua pihak eksekutif dan legislatif berjalan transparan dan terkoordinir satu sama lain. Dengan memperhatikan masukan tim evaluasi ranperda di eksekutif.
2.    Ranperda RTRWP harus mencerminkan prinsip keadilan, tanggung jawab atas pelestarian lingkungan, perubahan iklim, dan mengutamakan hak-hak rakyat atas sumber daya dan hak hidup, terutama masyarakat miskin.

Hal ini juga diperjuangkan oleh lima perwakilan LSM yang menjadi tim evaluasi Ranperda dan Naskah Akademik Provinsi Bali yaitu:

•    Pembangunan dan penataan ruang berdasarkan kajian atas daya dukung dan daya tampung
Bali merupakan provinsi yang terdiri dari gugusan pulau-pulau kecil yang memiliki daya dukung dan daya tampung terbatas. Jadi dibutuhkan sebuah pengkajian mendalam tentang daya dukung dan daya tampung tersebut yang berisikan kemampuan lingkungan (ekosistem) Bali untuk melayani kebutuhan hidup masyarakatnya. Daya tampung dan daya dukung adalah perhitungan tentang berapa jumlah penduduk yang bisa ditampung pulau Bali tanpa merusak lingkungan, berapa jumlah wisatawan yang bisa ditampung tanpa menguras air dan membuat sampah berlebihan, berapa luas hutan optimal untuk menyangga lahan pertanian dan sistem air, dan hal lain seperti ini.

•    Penataan ruang yang mampu mengatasi ancaman perubahan iklim dan bencana
Perubahan iklim merupakan ancaman terbesar umat manusia di seluruh dunia, dampak terburuk akan dirasakan oleh pulau-pulau kecil karena naiknya permukaan air laut. Bali sebagai kawasan yang terdiri dari pulau-pulau kecil harus mampu mengatasi dampak perubahan iklim ini dengan jalan menyesuaikan diri dan mengurangi dampak yang disebabkan oleh aktifitas manusia. Selain itu Bali juga membutuhkan langkah tanggap darurat bencana, karena berada dalam kawasan rawan bencana. Jadi Perda RTRWP Bali kedepan haruslah memberikan keamanan masyarakatnya dari ancaman dampak perubahan iklim dan bencana dengan pengelolaan yang khas pulau kecil.

•    Perlindungan kawasan yang penting bagi kelangsungan hidup Bali
Menjaga kawasan yang berfungsi lindung di Bali seperti hutan, danau, gunung, pantai, laut hingga daerah aliran sungai. Karena kawasan ini merupakan kawasan yang penting untuk memberikan jasa lingkungan pada kehidupan manusia, seperti: air, udara bersih, pangan, bahan baku, rekreasi serta ritual.

•    Penataan ruang berdasarkan Kearifan Bali dalam menata ruang kehidupan
Penataan ruang Bali diharapkan mengikuti kearifan lokal bernafaskan Tri Hita Karana, Sad Kertih yang telah dapat memberikan perlindungan bagi kelestarian fungsi-fungsi lingkungan hidup dalam melayani kebutuhan hidup masyarakat. dalam melakukan penataan ruang

•    Transportasi massal sebagai solusi bagi kemacetan dan polusi udara
Dalam Ranperda lama, skenario untuk mengatasi kemacetan dilakukan dengan jalan pengembangan jalan baru, padahal lahan di Bali sangat terbatas. Jadi, pembuatan jalan baru tidak akan menjawab akar permasalahan kemacetan yang disebabkan pemakaian kendaraan pribadi akibat ketiadaan angkutan massal. Maka yang terpenting untuk dilakukan untuk 20 tahun ke depan adalah mengembangkan sistem transportasi massal yang murah, layak dan aman, baik di darat maupun di air.

•    Akses bagi penyandang cacat (difabel), pejalan kaki dan pengendara sepeda
Selama ini difabel, pejalan kaki serta pengendara sepeda tidak dapat menikmati haknya atas ruang karena ruang ditata dengan pola yang tidak ramah bagai mereka. Perda RTRW yang baru ini haruslah memberikan sarana bagi mereka untuk menikmati ruang, misalnya penyediaan jalur bagi difabel, pengendara sepeda dan pejalan kaki, gedung pemerintah harus memberikan akses kepada difabel sehingga mereka juga bisa menikmati pelayanan publik.

•    Lahan pertanian abadi beserta insentif pajak
Pangan adalah hal yang penting, sehingga harus ada upaya penyelamatan lahan pertanian yang akan menjadi pemasok pangan masyarakat untuk kelangsungan hidup sehingga tidak menggantung diri pada pangan dari luar. Alih fungsi lahan banyak disebabkan oleh perluasan kawasan budi daya pariwisata dan pemukiman yang berdampak pada naiknya pajak bumi dan bangunan. Kesulitan untuk membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) yang mahal membuat petani menjual tanahnya selain juga disebabkan tidak adanya keberpihakan kepada sektor pertanian. Oleh karena itu, harus diatur sebuah kebijakan yang menetapkan sebuah kawasan menjadi kawasan pertanian abadi ditambah dengan pemberiaan insentif berupa peringanan PBB  bagi petani produktif dan dukungan pengembangan pertanian yang berkelanjutan (organik).

•    Hak gugat organisasi lingkungan
Pembelajaran yang bisa dipetik dari lemahnya penegakan perda RTRW Bali 2005 adalah ketiadaan hak gugat organisasi lingkungan. Pelanggaran banyak terjadi karena birokrasi tidak menegakkan peraturan dan justru kadang terlibat dalam pemberian izin bagi pembangunan proyek yang melanggar tata ruang. Seharusnya hak gugat organisasi lingkungan diberikan sehingga dapat menggugat pelanggar tata ruang (investor maupun pejabat) tanpa harus menunggu timbulnya kerusakan lingkungan terlebih dahulu (prinsip kehati-hatian/ precautionary principle).

•    Mendorong kawasan hutan abadi dan ruang terbuka hijau abadi
Tiga tahun belakangan ini Bali, terutama di kasawan perkotaan, selalu menjadi kawasan langganan banjir. Hal ini disebabkan tidak seimbangnya siklus air akibat dari berkurangnya ruang terbuka hijau dan kerusakan hutan. Kejadian banjir tentu akan berdampak pada terganggunya kehidupan ekonomi dan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, Bali memerlukan kawasan hutan abadi dan ruang terbuka hijau abadi yang menjadi sumber  bagi seimbangnya siklus air di Bali.

Ranperda RTRW Provinsi Bali yang dibuat mengalami beberapa kali perubahan, yakni Ranperda versi Februari 2009 kemudian diubah menjadi Ranperda versi Maret 2009. Saat ini Ranperda versi Maret 2009 beserta NKA sedang mengalami penyusunan ulang di eksekutif dengan membentuk Tim Evaluasi Ranperda RTRW dan NKA yang beranggotakan pemerintah, akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan Tokoh Masyarakat.

Di sisi yang lain, ternyata Ranperda versi Maret 2009 (yang sedang direvisi di eksekutif) telah dimasukan oleh eksekutif kepada legislatif untuk dilakukan pembahasan. Artinya, kewenangan pembahasan Ranperda saat ini berada di tangan legislatif (DPRD). Pembahasan di dua lembaga tanpa adanya mekanisme koordinasi yang baik, mengkhawatirkan banyak pihak jika hasil kerja Tim Evaluasi Ranperda RTRW dan NKA di eksekutif tidak diterima dan dibahas oleh legislatif.

Ranperda RTRW versi Februari dan Maret mengalami perubahan karena Ranperda tersebut dibuat tanpa menggunakan kajian yang menyeluruh atas kondisi Bali. Ranperda ini juga membuka peluang terjadinya penafsiran pasal yang berbeda-beda. Analisis dan skenario di kajian akademik yang lemah menyebabkan Ranperda tersebut tidak mampu menjawab tantangan Bali 20 tahun ke depan, yaitu hingga tahun 2029. Tantangan tersebut seperti perubahan iklim, kemacetan, keadilan akses bagi kelompok terpinggirkan, alih fungsi lahan, dan lain-lain.

4 thoughts on “Tata Ruang Bali mau Kemana?”

  1. Ngomong2 ttg tata ruang, saya cuma pengen di setiap kota di bali, diperbanyak taman kotanya. Gampangnya, ada lahan lapangnya deh. Bukan yang rapat mepet-mepet seperti sekarang ini. Sumpek!

    Kalau bisa lagi, jalanan juga di tata kembali. Kalau bisa trotoar jangan terlalu mepet ke jalan. (sekali lagi) Kalau bisa, diantara trotoar dan jalan raya ada pohon2 perindang, atau jalur sepeda. Jadi, pejalan kaki dan pengguna sepeda punya jalur khusus yang aman.

    Parkir kendaraan di pinggir jalan juga sebaiknya dilarang. Permohonan ijin usaha harus dilengkapi dengan lahan parkir sehingga ndak menggunakan pinggir jalan untuk parkir. Makanya saya setuju banget tarif parkir dinaikin jadi 1000 dan 2000 untuk sepeda motor dan mobil. Kalau perlu jadi 2500 untuk sepeda motor dan 5000 untuk mobil. Biar jalanan tambah sepi dari kendaraan pribadi yang parkir menuh-menuhi sisi jalan.

  2. Menarik benang basah? Ya, perlu waktu mungkin satu generasi untuk bisa ”memulihkan” Bali sesuai karakter Bali sejatinya. Tetapi kita bisa mulai dari diri kita sendiri dulu untuk membenahi cara berfikir, cara pandang dan cara laksana sesuai kaidah kebalian itu.
    Setelahnya kita mulai dari hal kecil dirumah kita dulu, — baik rumah pribaid maupun rumah kontrakkan–apakah sudah memenuhi kaidah tata ruang pemukiman Bali? Jika belum bagaimana melakukan evaluasi dan memperkecil kekeliruan itu.
    Kemudian bergerak ke telajakan rumah kita — yang sekarang– sudah menjadi jalan umum. Masih kah kita punya waktu melakukan kewajiban kita terhadap telajakan — jalan– itu seperti muasalnya?

    Mari berjuang melakukan pembenahan tata ruang mulai dari diri kita.

Leave a Reply to gede_adhy Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *