Perempuan dengan Kanker Serviks di Bali Meningkat

Risiko kematian perempuan di Bali akibat kanker leher rahim atau kanker serviks makin meningkat. Kini, angka kematiannya dua kali dibanding angka kematian ibu di Indonesia.

Prof dr I Ketut Suwiyoga, Kepala Instalasi Kebidanan dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana di Rumah Sakit Sanglah mengatakan insiden kematian akibat kanker serviks di Bali adalah 150 orang per 100 ribu penduduk. Atau sekitar 5000 orang. Sementara angka kematian ibu sekitar 82 orang per 100 ribu penduduk.

“Sebanyak 85% di antara pengidap kanker serviks meninggal karena sudah stadium invasif. Virus sudah menyebar karena terlambat dideteksi,” ujar Suwiyoga, Jumat. Jika virus telah menginvasi tubuh, akan menyebar ke pembuluh limfa dan darah yang mengakibatkan bengkak kaki serta nyeri.

Hanya 15% pengidap yang terdeteksi terpapar human papilloma virus (HPV), penyebab kanker serviks di Bali. “Sayangnya, kanker serviks ini jarang diketahui perempuan,” keluhya. Juga tidak ada regulasi khusus dari pemerintah mengenai ini. Rata-rata usia penderita adalah 42 tahun.

Tingginya angka kematian, menurut Suwiyoga karena HPV menyebar tanpa gejala. Tidak panas atau nyeri, bahkan tidak menimbulkan pendarahan. Kecepatan penyebarannya sangat tergantung kekebalan tubuh perempuan.

Gejala awalnya hanya keputihan, yang dianggap biasa perempuan. Penelitian terakhir di Indonesia pada 2004 menyebutkan dari 20 ribu perempuan yang dievaluasi, sebnayak 55% yang terpapar HPV. “Faktor geografis tak mempengaruhi, merata di perkotaan dan pedesaan. Di perkotaan malah lebih buruk karena ditambah penyakit akibat jamur dan bakteri lain,” kata Suwiyoga.

HPV menular melalui hubungan seksual. Sifat virus ini yang seperti reseptor, mengakibatkan sangat mudah muncul jika ada perlukaan di serviks. Misalnya aktivitas coitus.

Secara umum, kondisi immune perempuan Bali juga menurut Suwiyoga kurang baik hingga mengakibatkan rentannya terpapar HPV.

“Selama 30 tahun perang lawan kanker serviks di Bali, saya tak pernah menang,” ujar Suwiyoga.

Karena itu, upaya kini difokuskan di pencegahan dan pengobatan lesi kanker (pra kanker). Bekerja sama dengan Medical Center of Leiden University di Belanda, sebuah program See and Treat diluncurkan sejak 2007.

Targetnya penyuluhan perempuan dan menemukan virus pra kanker. Metode sederhana yang dipakai adalah tes asam dengan terapi IVA.

Sejak 2007, sebanyak 3061 orang (80%) tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, bidan di sleuruh kabupaten di Bali telah dilatih. Sebanyak 63.404 (66%) orang mendapat penyuluhan, dan lebih dari 21 ribu perempuan (60% dari target) mendapat pelayanan terapi awal pra kanker.

Namun program pencegahan masih mendiskriminasikan perempuan yang belum menikah. Mereka tidak masuk kelompok penjangkauan dan tidak mendapat pelayanan di RS Sanglah. Suwiyoga mengakui hal ini karena regulasi pemerintah.

“Ironisnya, semakin banyak remaja yang berhubungan seks sebelum menikah dan berisiko kena HPV juga,” ujarnya.

Data survei Kisara Youth Clinic di Denpasar per September ini menyebut sekitar 11% remaja usia 14-17 tahun di Denpasar telah melakukan seks pra nikah.

Selain tak menjangkau remaja, peningkatan kasus HPV di Bali juga karena sulitnya meminta perempuan untuk tidak malu memperlihatkan alat kelamin pada petugas kesehatan.

“Puluhan tahun menjadi bidan, masalah utama selalu sulit mengajak perempuan ke ruang pemeriksaan,” ujar Alit Ardani, seorang bidan yang kini bertugas di program See and Treat.

Selain itu, sebagain besar perempuan merasa tak terancam dengan kanker serviks karena jarang mendengar ada yang meninggal. “Kasus kematian perempuan akibat kanker ini jarang dibuka ke publik, jadi banyak perempuan tak pernah mendengar,” kata Alit.

6 thoughts on “Perempuan dengan Kanker Serviks di Bali Meningkat”

    1. iya, katanya begitu. Tapi tak hanya menikah tapi yg sudah pernah berhubungan seks juga. Sayang, banyak klinik yang tak bersedia memberikan pelayanan jika blum menikah. payah!

    1. eh, kata dokternya ga cuma di Bali. Berdasarkan riset terakhir, kata dr suwiyoga, kanker ini tak memandang demografi. Hampir di semua tempat di Indonesia merata

Leave a Reply to Putu Adi Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *