Menyelamatkan Anjing Bali dari Jalanan

Hampir dua tahun terakhir anjing Bali yang diliarkan di jalanan dicap pembawa virus rabies. Puluhan ribu anjing kampung ini dijauhi bahkan oleh pemiliknya. Pemerintah juga menargetkan pengurangan jumlahnya, terutama yang berkeliaran di jalanan, dengan eliminasi.

Jacko, seekor anjing ras berumur 3 tahun ini tak pernah dicari pemiliknya. Ia ditabrak mobil. Tulang belakangnya patah menyebabkan dua kaki belakang lumpuh total. Ia merenggang kesakitan selama beberapa jam di jalanan sekitar Blahbatuh, Gianyar.

Untungnya ada seorang turis yang menelpon Bali (dogs) Adoption and Rehabilitation Center (BARC) di Ubud. Beberapa saat kemudian, petugas BARC sudah mengandangkan Jacko dan merawat lukanya. Sayang, pinggang dan dua kaki belakangnya sudah tak bisa berfungsi. Namun dokter hewan BARC dan sejumlah relawan berjuang agar Jacko bisa berjalan.

Beberapa bulan ini Jacko belajar menggunakan kursi roda yang menggantikan fungsi punggung dan dua kaki belakangnya. Pada akhir pekan lalu, anjing muda berbulu hitam lebat ini terlihat bermain menangkap tulang tiruan, kesukaannya.

Jacko tak sendiri dengan status anjing tanpa pemilik di kandang penyelamatan BARC di Ubud, sekitar 25 km dari Denpasar ini. Ada sedikitnya 50 ekor anjing lokal Bali lainnya di sana.

Gonggongan anjing lokal jalanan ini terdengar riuh rendah ketika orang asing datang. Enam perempuan Bali berada di sejumlah kandang yang dibuat seperti arena bermain bagi puluhan anjing itu. Ada yang sedang membersihkan lantai kandang dari kotoran, membersihkan tempat makan, dan lainnya.

Ni Wayan Sini, 30 tahun dari Tegalalang, Gianyar seperti dikeroyok anjing. Ia mengelus-elus kepala Monika, dan puluhan anjing lain secara bergantian. Anjing-anjing ini seperti tak ingin ditinggal Sini.

“Anjing-anjing ini tak pernah dilatih khusus, mereka pasti tahu jika kita menyayangi dia,” ujar Sini. Puluhan ekor anjing lokal dengan perawakan dan bulu-bulu yang hampir mirip. Tapi Sini mengenali semua anjing dengan menyebut namanya satu persatu.

“Orang Bali biasanya memberi nama sesuai warna bulu. Misalnya badeng (hitam), poleng (hitam putih). Di sini, tidak bisa begitu, semuanya harus dikasi nama,” katanya tertawa. Tentu saja, karena anjing bulu putih saja bisa ada 10, demikian juga hitam, dan cokelat muda. Tiga warna bulu anjing umumnya di Bali.

Sini mengaku tak pernah digigit, termasuk oleh anjing baru yang diambil dari jalanan. Ia juga tak takut tertular rabies karena semua anjing baru melalui beberapa tahap adaptasi termasuk pemberian vaksin secara berkala.

Alfan Firdaus, relawan pria yang kerap membantu evakuasi anjing dari jalanan mengatakan anjing baru akan masuk kandang isolasi. Di sini akan dilihat apakah ada luka atau trauma. Selama beberapa saat anjing mendapat pemantauan sampai sembuh dan dinilai bisa bergabung dengan anjing lainnya.

“Jika semua lengkap, silakan diadopsi. Anda bisa memilih anjing yang disukai di sini, termasuk donasi untuk perawatan anjing lain,” kata Alfan.

Tak hanya anjing dewasa, di BARC juga merawat anak anjing yang ditelantarkan. Belasan puppy lucu aneka warna terlihat bermain di kandang terluar. Mereka mendekat dengan bergairah tiap kali ada orang yang menengok kandang. Seperti anak, yang ingin segera dibuai.

Menurut catatan Dinas Peternakan Bali, populasi anjing di Bali sekitar 500 ribu ekor, dan sebagian besar diliarkan. Dibiarkan bebas di luar rumah. Sejak akhir 2008, Bali yang sebelumnya bebas historis dari rabies kini menjadi daerah wabah. Sedikitnya 120 orang meninggal dan puluhan ribu anjing dieliminasi. Dimulailah program-program penanggulangan, termasuk himbauan mengikat anjing. Sesuatu yang baru bagi warga.

Untuk membatasi populasi anjing, sejumlah anjing betina jenis anjing pantai dan segala anging Bali  disterilisasi. Proses ini dilakukan di klinik hewan, jaringan BARC, Good Karma.

Fundrising

Bayangkan Anda memelihara setidaknya 150 ekor anjing jalanan, dengan segala jenis tipikal dan dirawat dengan prosedur yang baik. Yang diperlukan sekitar 10 kilogram nasi, beberapa kilo sayur, dan enam dogsitters per harinya.

Ini belum termasuk biaya operasi sterilisasi, untuk anjing tertentu. Biaya vaksin, perawatan luka, dan kebutuhan rekreasi seperti bermain bagi anjing. Karena kompleks itulah, BARC punya strategi dengan membuat klinik Good Karma dan juga sebuah toko kecil tempat menjual mercahandise dan menjual barang-barang yang didonasikan.

The Charity Shop, non profit for kids and dogs. Demikian papan nama toko kecil sebelah ARMA Museum. Seorang relawan BARC menjaga toko kecil yang sebagian besar menjual baju, sepatu, sandal, dan beberapa barang bekas yang didonasikan.

Ada juga boneka-boneka anjing, buku bekas, dan merchandise BARC. Beberapa warga sekitar terlihat membeli sejumlah baju bekas yang dijual Rp 10.000 sampai Rp 200.000, tergantung kondisi baju. Ada juga yang baru.

Sekitar 100 meter dari The Charity Shop, klinik hewan Good Karma, jejaring yang membantu fundrising BARC berada. Dua patung anjing menyapa pengunjung di depan klinik cukup besar ini. Poster dan pigura ajakan menyayangi anjing dipajang. Terutama bergambar anjing kampung Bali.

Klinik ini bak rumah sakit khusus hewan. Ada beberapa ruang khusus yang berisi anjing yang sedang menjalani rawat inap. Sementara yang sembuh diletakkan di luar kamar, agar pengunjung bisa melihat termasuk mengadopsi.

Di salah satu ruangan, dua perempuan muda sedang melakukan operasi sterilisasi pada seekor betina, anjing yang baru saja diambil dari pantai pesisir Gianyar. “Ini jenis anjing pantai,  Karena usianya juga kami harus sterilisasi,” sahut Nana Dianita Sari, dokter hewan di sana. Ia dibantu Katherine Daley, seorang relawan calon dokter hewan, mahasiswa The University of Queensland.

Katherine seperti praktik lapangan di klinik ini. “Im here for 10 days and its such fun to know and touch the local dogs here,” she said.

Di bagian penjualan makanan dan perlengkapan anjing, dokter hewan muda lainnya, Teti Oktawi Yani sedang bertugas. Ia melayani sejumlah orang asing yang datang. Membeli sesuatu atau mendampinginya melihat-lihat anjing yang baru diselamatkan dari jalanan.

“Bali tidak akan bisa bebas rabies, jika pemerintah tak menghentikan warga membuang anjingnya di jalanan,” ujar Teti. Menurutnya target Bali bebas rabies 2012 terlalu ambisius dengan kondisi saat ini yang belum berubah, dari cara penanganan anjing.

Menurutnya steppingout atau istilah pemerintah eliminasi anjing yang diliarkan tidak akan berhasil karena anjing cepat beranakpinak. “Perlu kontrol populasi dan memastikan tidak ada lalu lintas anjing,” tambah lulusan Fakultas Kedokteran Hewan Unud ini.

Selain itu, menurutnya Bali harus memiliki Rabies Information Center. “Banyak dokter hewan dan relawan pecinta anjing yang ingin terlibat dalam pemberantasan rabies ini. Tapi mereka tidak tahu harus kemana dan bagaimana,” kata Teti.

Rabies center yang dibuat pemerintah berlokasi di puskesmas dan kantor dinas peternakan. Hanya buka saat jam kerja. Dan hanya melayani pemberian vaksin.

“Warga juga harus serius dilatih merawat anjingnya. Tidak mahal, asalkan mereka tahu cara mengakses klinik hewan atau balai kesehatan,” tambah Nana.

Sebagian besar anjing yang dibawa dari jalanan mengidap penyakit kulit parah, berkutu, atau cacat. Masalah-masalah ini dipecahkan dokter hewan di BARC. Puluhan ekor anjing gudik kini secara perlahan mulai pulih, dan siap dibawa pulang oleh siapapun yang mau mengadopsi.

“I pray Balinese Gov’t  will in some wisdom of introspection, encourage its people along the humane solution, and help put active laws in place to protect all animals, to run an education program. Stop the inhumane slaughter of them,” Linda Buller, an Ausaralian women artist, and founder of BARC. Linda said Bali’s dogs are gentle they are not aggressive unless they have been abused which causes  them to live in fear for their lives. “Humans being the aggressor, so of course they will react to protect themselves, wouldn’t you? I wish the people in Bali could understand how very special their bali dogs are,” Linda added.

“We allow our soul to  communicate, we allow ourselves to be unconditionally loved. But we are going to loose our beautiful gentle Bali dog breed soon,” Linda added. Selama 16 tahun Ia di Bali dan mengumpulkan energy dan menggelar sejumlah fundrising untuk mendanai shelter itu.

“We have consistently cared for average 150 dogs, they are healed sterilized vaccinated and adopted out to good families. We charge a 50,000 which is $6,00 to adopt to a local family. We think if they are not willing pay this they would not  be willing to feed the pup or care for it,” she explained on BARC blog, freewebs.com/balidogs.

“Bali’s dogs have a special spirit. People have to learn how to take care and provide a  sanctuary for them. And just sent them your love,” she urged.

 

10 thoughts on “Menyelamatkan Anjing Bali dari Jalanan”

  1. sya sangat mengharapkan sukarelawan anjing mau memberitahu sya no tlp barc,sebab sy sangat prihatin melihat kondisi anjing2 yang berada dijalanan,kamarin sya sempat melihat anjing di pingir jalan yang lehernya terikat tali penuh luka akibat seretan,sy bingung,mhon info,mkasi atas tangapanya smoga bali sadar akan menyayangi makluk hidup

  2. Saya punya anjing Bali, ditabrak mobil, mengalami patah tulang kaki kiri depan dan belakang. Dokterbhewan sudah memberikan suntikan antibiotik sekali, apa yang hrs saya lakukan selanjutnya.
    Minta tolong advise nya.

  3. iyan: saya pikir dokter hewan pilihan yg sdh tepat untuk kasi advise. kalau bingung bisa telp BAWA BALI gugling aja telpnya. atau BARC di atas ya

  4. Tolong bantu saya di br cepaka slingsing kediri tabanan banyak anjing jalanan yang di buang mohon bantuan nya dari BARC

Leave a Reply to lodegen Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *